INOVASI SEISMOMETER SEDERHANA
(Prototype WaspadaMeter)
Baca ttg waspadameter : http://dimas-salomo.blogspot.com/2012/05/gara-gara-kena-gempa-yudhi-hernawan.html
Sumber : Buletin Iptek Akademi Meteorologi dan Geofisika ( I-Buletin AMG)
Sebelum terjadinya Lindu / Linuh (baca : gempa) Simeuleu 7,6 SR kemudian diperbarui menjadi 7,0 SR, web http://bmkg.go.id
sempat error sehingga informasi gempa dan peringatan Tsunami hanya bisa
diperoleh lewat VSAT dan SMS. Menurut Bapak I Putu Pudja, Kepala Pusat
Jaringan Komunikasi BMKG mengatakan “Errornya web BMKG tersebut karena
semua fiber optic yang menuju Kemayoran (BMKG Pusat) dari cyber Kuningan
down karena terendam air pada bawah tanah (akibat hujan deras yang
mengguyur ibu kota akhir-akhir ini) dan tertimpa pohon, sehingga
kualitas jaringannya tidak optimal. Ditambah hit ke web BMKG terlalu
tinggi saat event terjadi (overload)”(red).
Menanggapi
hal itu, perlu kesiapan sendiri dari masyarakat dalam menghadapi
bencana gempa bumi dan tsunami, mengingat alur informasi dapat mengalami
gangguan. Sebagai contoh, suatu inovasi dibuat oleh seorang pemuda
bernama Yudi Hernawan A (mahasiswa Jurusan Akuntansi di salah satu
universitas asal Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Usut punya usut dia yang
memiliki hubungan keluarga dengan Teguh Budiman (taruna AMG, Geof44,
red) membuat sensor sederhana untuk mendeteksi getaran seismik. Alat ini
dirancang dari pengetahuannya tentang sensor yang ia peroleh dari
internet dan beberapa narasumber.
Alat
ini sungguh sederhana, terdiri dari sensor yang berupa magnet sebagai
induktor yang digantungkan pada pegas yang bergerak dalam suatu
kumparan, apabila mengalami getaran akan menimbulkan GGL, kemudian
dihubungkan dengan amplifier sebagai penguat sinyal. Dari amplifier
sinyal diteruskan ke alarm (VU led display) dan multimeter sebagai display, power supply-nya adalah aki dan baterai 9V – 12V.
Alat
ini lumayan baik untuk mendeteksi adanya getaran seismik seperti
aktivitas merapi, mengingat alat ini dipasang di dekat aktivitas gunung
tersebut Untuk getaran tektonik alias gempa bumi alat ini mampu
mendeteksi gempa Jepang, Tonga, India, dan yang terbaru gempa Simeuleu.
Alat ini dipasang di rumahnya dekat Sesar Dengkeng.
Didorong
oleh kekhawatiran saat mengalami gempa Yogyakarta tahun 2006, dia
mencoba membuat alat untuk memantau langsung dan memberi tanda-tanda
kenaikan seismik, beberapa kali gagal, namun sedikit demi sedikit
berkembang walau belum sempurna. Pengalamannya menjadi relawan merapi
membangkitkan keingintahuannya terhadap seismometer. Dengan kemauan yang
keras dan tekad yang kuat serta biaya sendiri maka dibuatlah alat yang
diberi nama EWS: Earthquake Warning System,
yang berfungsi sebagai pemberi tanda bila ada getaran seismik. Alat ini
dibuat dari barang-barang yang mudah diperoleh bahkan ada dari
barang-barang bekas. Disisi lain pembiayaan juga menjadi kendala dalam
penyempurnaan alat ini. Menurut wawancara via facebook, Yudi juga
bercita-cita ingin masuk AMG.
Jika
alat ini bisa dikembangkan lagi, suatu saat tiap rumah bisa mempunyai
sensor sendiri dengan biaya yang cukup murah. Berbeda dengan sensor yang
kita kenal saat ini yang harganya mencapai ratusan juta. Setidaknya
alat ini mampu memberikan informasi adanya getaran seismik.
(IPTEK_LadyRose)
semoga bermanfaat untuk earl warning mas (yudi)
BalasHapusTerima kasih atas informasinya
BalasHapus