Dampak pemanasan global sudah sangat
serius dan kian nyata berpengaruh dalam hidup keseharian kita.
Meningkatnya suhu bumi menyebabkan lapisan es di Antartika dan Greenland
semakin menipis dan menyebabkan kenaikan permukaan laut. Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulaunya perlu meningkatkan
kewaspadaan nya, terutama dalam menghadapi dampak kenaikan permukaan
laut yang mengancam wilayah pantai dan pesisir Indonesia beserta
infrastrukturnya, bahkan bukan tidak mungkin Indonesia menghadapi
ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil terluar.
Dalam upaya mengantisipasi dampak
kenaikan permukaan laut di lingkungan pantai negara kita, Bakosurtanal
menyelenggarakan workshop sehari yang dibuka oleh Menristek. Workshop
ini menghadirkan pembicara utama Kepala Bakosurtanal, Kepala BMKG,
Kepala Balitbang Kementerian PU, Menko Kesra yang diwakili oleh Deputi
Bidang Koordinasi Lingkungan Hidup dan Kerawanan Sosial, Deputi Bidang
Pemetaan Dasar dan Deputi Bidang Sumber Daya Alam Bakosurtanal dan para
pakar untuk menyampaikan pemaparan program dan pemikiran sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi lembaganya serta kepakaran dari masing-masing
pembicara.
Kebijakan dan program strategis terkait
adaptasi dan mitigasi pemanasan global yang dilakukan oleh pemerintah
bersama masyarakat perlu disosialisasikan dan didiskusikan bersama dalam
workshop ini. Strategi nasional yang kita lakukan sekarang dalam
menghadapi pemanasan global akan menentukan kualitas lingkungan kita di
masa depan. Kegagalan kita dalam penanganan pemanasan global pada masa
kini akan menghadapkan generasi mendatang pada bencana yang tidak dapat
ditanggulangi.
Tantangan Indonesia bersama masyarakat
dunia adalah bagaimana menghadapi kenaikan suhu bumi akibat emisi karbon
dari aktivitas manusia (antropogenik) yang menyebabkan lapisan es di
Kutub Utara dan Greenland semakin menipis dan menyebabkan kenaikan
permukaan laut global sekitar 3 milimiter per tahun. Bila kenaikan suhu
bumi tidak dapat ditekan maka dikhawatirkan lapisan es itu akan lenyap
dan berakibat pada penenggelaman dataran pantai dan pulau-pulau kecil
bukan saja di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia tetapi juga ribuan
pulau di Indonesia dan pada akhirnya akan merubah peta wilayah
yurisdiksi Indonesia.
Sekilas bila melihat besaran kenaikan
permukaan laut global hanya sekitar 3 milimeter per tahunnya, sepertinya
dampak pemanasan global ini di lingkungan pantai dapat diabaikan. Akan
tetapi pada kenyataannya, pemanasan global telah menimbulkan dampak
semakin seringnya siklon dan badai yang disertai banjir besar di
perbagai kawasan pantai seperti badai Katrina di Pantai Lousiana tahun
2005, Siklon Sidr di Pantai Banglades tahun 2007 dan badai Nargis di
Myanmar tahun 2008.
Kenaikan Permukaan Laut di Indonesia
Pemanasan global itu kenyataannya tidak
merata tetapi bervariasi dari region ke region. Hasil pemantauan
satelit altimetri yang diterbitkan oleh AVISO Perancis menunjukkan bahwa
kenaikan permukaan laut cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 9 mm/tahun
di Indonesia bagian timur menghadap Samudra Pasifik. Data kenaikan
permukaan laut dari hasil pengamatan Jaringan Stasiun Pasang Surut
Nasional yang dioperasikan Bakosurtanal telah membuktikan konsistensinya
dengan kenaikan permukaan laut hasil pengamatan satelit altimetri
tersebut. Rekaman data pasang surut yang mengamati secara permanen
sepanjang lebih dari 20 tahun menunjukkan variasi kenaikan permukaan
laut sekitar 3 – 8 milimeter per tahun. Bahkan situasi di pantai utara
Jawa agak lebih menghawatirkan, dimana data permukaan laut di kota-kota
besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya menunjukkan terjadinya
variasi yang lebih besar karena diperburuk oleh penurunan tanah sehingga
kota-kota besar tersebut menjadi semakin rentan terhadap banjir rob.
Dua pakar dari Deltares - Belanda menyampaikan kajian subsidensi dan
konsep perlindungan pantai untuk Jakarta. Perubahan garis pantai dari
hasil pemantauan di Semarang juga menunjukkan kecenderungan yang sama
dan kota itu semakin rentan terhadap banjir rob. Kepala Balitbang
Kementerian PU akan memaparkan rencana strategis penelitian dan
pengembangan yang terkait dengan mitigasi dan adaptasi terhadap
pemanasan global yang akan dilaksanakan oleh Kementerian PU.
Penanganan dampak pemanasan global
semakin menjadi prioritas nasional, bukan hanya disebabkan timbulnya
kenaikan permukaan laut tetapi pemanasan global itu telah menyebabkan
perubahan iklim. Perubahan ini dapat kita lihat dari fenomena cuaca
yang semakin tidak menentu, intensitas curah hujan yang tinggi, ombak
semakin besar, banjir, kebakaran hutan,dan kekeringan.
Terlebih, pemanasan global menjadi
tantangan terbesar bagi keberlangsungan hidup makhluk yang ada
dipermukaan bumi ini termasuk ancaman terhadap keanekaragaman hayati,
meningkatkan berbagai hama dan penyakit. Tidak mengherankan bila
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) baru-baru ini mengeluarkan
peringatan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global
dapat menurunkan hasil pangan dan menimbulkan kelaparan diberbagai
belahan bumi ini. Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menghadapi tantangan kerawanan pangan ini akan disampaikan lebih jauh
oleh Deputi Bidang Koordinasi Lingkungan Hidup dan Kerawanan Sosial
Kemenko Kesra dalam pemaparannya.
Dalam menghadapi tantangan pemanasan
global ini, sangat diperlukan ketersediaan data dan informasi keruangan
(geospasial) yang lengkap, akurat dan terkini sehingga perubahan iklim
yang bervariasi secara spasial dapat terpantau secara optimal.
Pemerintah kita saat ini sangat memerlukan kelengkapan data dan
informasi geospasial yang meliputi seluruh wilayah Indonesia untuk
adaptasi dan mitigasi. Kepala BMKG akan menyampaikan ketersediaan dan
pengembangan sistem pemantauan dengan peralatan meteorologi dalam
memantau perubahan iklim. Menristek dalam pemaparannya akan
menyampaikan lebih jauh program iptek dalam menghadapi fenomena
perubahan iklim secara tepat.
Undang-Undang Informasi Geospasial
Kepala Bakosurtanal akan memaparkan
lebih jauh tentang keberhasilan upaya Bakosurtanal dan berbagai pihak
yang telah bekerja keras dalam mengusulkan Rancangan Undang-Undang
Informasi Geospasial (RUU-IG) menjadi UU Informasi Geospasial (UU-IG)
pada 5 April 2011. UU-IG ini penting diantaranya antara lain untuk: i)
menjadi landasan kebijakan nasional dalam menjamin ketersediaan
informasi geospasial, ii) pengaturan jenis informasi geospasial, iii)
penegasan bahwa penyelenggaraan informasi geospasial dasar hanya dapat
diselenggarakan pemerintah, iv) acuan untuk penyelengaraan, v) siapa
pelaksana dan vi) siapa pembina, serta vii) ketentuan lainnya yang
menjamin optimalnya pengaturan informasi geospasial.
Data dan informasi geospasial merupakan
hal strategis dalam pengambilan keputusan secara efektif dan efisien di
berbagai sektor. Indonesia sebagai negara kepulauan serta kebutuhan
atas data dan informasi geospasial yang lebih mudah diakses, terkini dan
dapat dipertanggungjawabkan semakin nyata dirasakan, antara lain untuk
menjawab tantangan ketika terjadi peristiwa kebencanaan. Langkah
strategis dan program kerja nasional dalam penyediaan data dan informasi
geospasial dasar akan lebih jauh dipaparkan oleh Deputi Pemetaan Dasar
Bakosurtanal.
Data dan informasi geospasial adalah
merupakan suatu unsur strategis yang dapat dijadikan dasar untuk
perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya wilayah,
sumberdaya manusia dan sumberdaya binaan yang diperlukan untuk
kelangsungan pembangunan, seperti yang diuraikan oleh Deputi Sumber Daya
Alam Bakosurtanal. Ketersediaan data dan informasi geospasial tersebut
diharapkan dapat mendukung tercapainya target pemerataan pembangunan
dan kesejahteraan rakyat. Sinergi penyediaan data dan informasial dasar
dan tematik sebagaimana diatur dalam UU IG akan mendukung pengelolaan
sumber daya alam dan buatan yang efisien, efektif dan berkelanjutan.
Pemanfaatan data dan informasi geospasial bersama dimaksud dapat
direalisasikan apabila data dan informasi SDA yang berada di berbagai
instansi dihimpun dalam sistem basis data terpadu melalui jaringan data
nasional sebagaimana yang telah diamanatkan melalui Peraturan Presiden
Nomor 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JSDN) guna
menyelesaikan masalah pemanfaatan data dan informasi geospasial secara
bersama.
Diharapkan melalui workshop ini
dihasilkan suatu rekomendasi strategis dan realistis untuk dapat
dilaksanakan dalam program adaptasi dan mitigasi. Melalui workshop ini
juga akan disampaikan pemaparan pentingnya percepatan penyediaan data
dan informasi geospasial untuk memantau dampak pemanasan global di
wilayah Indonesia yang lebih optimal seperti yang diamanatkan pada
UU-IG. Selain itu pengembangan jaringan observasi seperti pasang surut
laut, GPS dan berbagai sensor cuaca semakin dirasakan penting untuk
kajian yang lebih akurat tentang dampak kenaikan permukaaan laut dan
perubahan iklim di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar