1. Tsunami early warning system telah
berfungsi dengan baik.
Sesaat terjadi
gempa, BMKG sudah harus mengeluarkan early warning kurang dari 5 menit. Dalam
waktu yang sangat singkat ini, BMKG harus mengeluarkan informasi gempa dan
peringatan dini tsunami berdasarkan hasil monitoring stasiun seismik yang ada
di Indonesia yang langsung dikirim ke BMKG Pusat di Jakarta dengan jaringan
satelit. Dengan sistem dan jaringan yang ada pada BMKG, parameter-parameter
hasil perhitungan ilmiah BMKG dengan cepat dilaporkan gempa dengan magnitude
8.9 SR tersebut berpotensi tsunami. Warning ini dengan segera
disampaikan ke pemerintah daerah yang bersangkutan, instansi terkait dan ke media-media, juga dengan segera dibunyikan sirine peringatan.
disampaikan ke pemerintah daerah yang bersangkutan, instansi terkait dan ke media-media, juga dengan segera dibunyikan sirine peringatan.
Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) |
Parameter-parameter
ini kemudian dikoreksi oleh BMKG dan dilakukan pemutakhiran sehingga didapatkan
bahwa gempa tersebut bermagnitude 8,5 SR.
Perlu
diketahui bahwa Indonesia tsunami early warning system (InaTEWS) merupakan
system yang multi-institusi artinya melibatkan banyak instansi di Indonesia di
antaranya BMKG dengan jaringan seismologi monitoring gempa, Bakosurtanal dengan
stasiun pasang surut (tide gauge station) dan GPS, BPPT dengan peralatan buoy
dan sensor sea bottom pressure gauge untuk mengetahui tekanan gelombang di
laut. Berikut data gempa pukul 15.38 WIB :
PARAMETER
|
BMKG
|
USGS
|
Time
|
15:38:35 WIB
|
08:38:37 UTC
|
MAGNITUDE
|
8.5
|
8.6
|
LOCATION
|
2.33 LU 93.05 BT
|
2.311°N 93.063°E
|
DEPTH
|
10
|
22.9 km
|
Perbedaan-perbedaan antara parameter BMKG dengan United State Geological Survey (USGS) ini
dikarenakan perbedaan jenis magnitude yang digunakan, metode yang berbeda serta
model yang digunakan dan jaringan pemantauan yang berbeda. Yang pasti BMKG
dengan perhitungan ilmiah nya akan selalu menggunakan jenis, metode dan model
yang sesuai dengan kondisi tektonik dan
geologi di Indonesia.
2. Gempa besar, tidak terjadi tsunami.
Hampir dapat dipastikan tidak terjadi
tsunami pada event gempa tersebut karena pengertian tsunami yaitu gelombang
laut yang besar yang mencapai daratan akibat adanya gangguan di dasar laut.
Gelombang laut yang terjadi sangat kecil, tidak sampai setinggi 1 meter.
Tidak terjadinya tsunami dikarenakan bahwa
mekanisme fokus gempa merupakan sebagian besar sesar geser (strike slip) dengan
sedikit sesar naik sehingga secara keseluruhan disebut sesar oblique. Jika
sesar yang terjadi merupakan sesar naik / turun maka kemungkinan akan terjadi
tsunami yang besar melanda daratan.
Pusat gempa tidak berada pada zona subduksi
(zona pertemuan 2 lempeng tektonik) melainkan berada di barat zona subduksi.
Berarti pusat gempa berada di dalam lempeng (intra plate) bukan inter plate.
3. Gempa lagi. Gempa kembar.
Gempa besar yang terjadi lagi sesudah sebuah
gempa besar merupakan fenomena yang unik. BMKG mencatat bahwa gempa besar bermagnitude
8,8 SR kemudian dimutakhirkan menjadi 8,1 SR telah terjadi lagi di lokasi pusat
gempa yang berbeda pada pukul 17.43 WIB berpusat di 483 kilometer dari Kota Simeulue. Gempa ini diikuti 11 gempa susulan. Berikut data
gempa kedua :
PARAMETER
|
BMKG
|
USGS
|
Time
|
17:43:11 WIB
|
10:43:09 UTC
|
MAGNITUDE
|
8.1
|
8.2
|
LOCATION
|
0.82 LU 92.42 BT
|
0.773°N 92.452°E
|
DEPTH
|
24 Km
|
16.4 km
|
4. Kekacauan evakuasi.
Di media massa,
saya melihat bahwa terjadi kekacauan lalu lintas akibat kepanikan masyarakat
mencari tempat yang lebih aman. Hal ini menunjukkan bahwa saat dilakukan
simulasi gempa/tsunami, masyarakat kurang serius melakukannya sehingga saat
peristiwa benar-benar terjadi, masyarakat menjadi bingung dan kacau dalam
mencari tempat yang aman. Ada baiknya pemerintah daerah memperhatikan ini dan
melakukan simulasi yang lebih baik sehingga ke depan nya proses evakuasi
masyarakat menjadi lebih baik.
5. Penelitian gempa/tsunami
Pemerintah
Indonesia ada baiknya lebih memperhatikan adanya penelitian gempa/tsunami di
Indonesia. Berdasarkan referensi saya dari buku SEISMOLOGI (Afnimar, 2009)
bahwa sejak tahun 1960-an pemerintah Jepang telah mengeluarkan dana lebih dari
$ 1 triliun untuk program prediksi gempabumi berdasarkan ide fenomena precursor
yang bisa diobservasi.
Bagaimana dengan Indonesia ? Padahal Indonesia juga merupakan wilayah dengan tingkat seismisitas yang tinggi dan wilayah rawan tsunami.
Bagaimana dengan Indonesia ? Padahal Indonesia juga merupakan wilayah dengan tingkat seismisitas yang tinggi dan wilayah rawan tsunami.
Wilayah Aceh
menurut ahli-ahli seismologi merupakan wilayah yang aman pasca gempa dan
tsunami 2004 lalu karena periode ulang gempa biasanya terjadi dalam waktu yang
lama, tapi kenyataan nya terjadi gempabumi yang besar 11 Maret 2012 ini.
Anggaran BMKG
contohnya untuk pengadaan peralatan dan jaringan seismik masih belum lengkap,
apalagi untuk penelitian. Indonesia merupakan wilayah yang sangat berpotensi
gempa dan tsunami karena berada pada zona cincin api (ring of fire).
6.
Bisa
memicu gempa besar lainnya ?
Gempa bisa saja
memicu energi yang terakumulasi pada
lokasi lain bisa terlepas dengan cepat. Namun mengenai kepastian kapan dan
dimana akan terjadi gempa itu akan terjadi, belum ada teknologi yang bisa
memprediksi gempa secara tepat. Untuk itu diperlukan banyak hitung-hitungan
ilmiah dan metode-metode yang perlu dilakukan agar bisa lebih memahami kondisi
lempeng tektonik di wilayah Indonesia.
7. Bangunan tahan gempa
Masyarakat yang mendirikan bangunan secara
tradisional (membangun sendiri) ada baiknya lebih memperhatikan peta goncangan
(shake map) atau peta isoseismal yang dikeluarkan BMKG untuk mengetahui tingkat
resiko gempa pada daerah tempat bangunan tersebut didirikan sehingga lebih memperhatikan kekuatan bangunan yang akan didirikan tersebut. Ada baiknya
dikonsultasikan dengan ahli-ahli seismologi pada kantor BMKG terdekat. Kalau
gedung-gedung yang dibangun oleh insinyur sipil memang sudah seharusnya
menggunakan data-data seismologi teknik dari BMKG untuk konstruksi tahan gempa.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar