OLEH AHMAD ARIF dan BRIGITTA ISWORO LAKSMI
Sumatera
selalu memberi kejutan. Setelah rentetan gempa besar yang diawali pada
26 Desember 2004 di Aceh, mata semua peneliti terpaku pada pergerakan di
zona penunjaman. Gempa Rabu (11/4) lalu telah membuka pemahaman baru
tentang perilaku sistem gempa di Sumatera yang rumit.
Ketika para ahli berkali- kali mengingatkan ancaman gempa di segmen subduksi (megathrust)
Siberut, ternyata gempa muncul di lokasi yang tak terduga. Gempa itu
muncul di lempeng (samudra) Indo-Australia, di luar zona subduksi.
”Di
Sumatera gempa di luar subduksi amat jarang terjadi. Terakhir terjadi
di lokasi itu tahun 2001,” kata Danny Hilman, ahli gempa Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut Irwan Meilano dari Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, hampir semua gempa besar di Sumatera
terjadi di zona subduksi. ”Gempa besar yang bersumber di sesar aktif di
daratan Sumatera hanya sedikit, antara lain gempa Singkarak (2007) dan
gempa Liwa (1994),” ujarnya.
Menurut Irwan, gempa Rabu lalu adalah
jenis gempa yang lain dari jenis gempa yang selama ini menjadi obyek
penelitian di Indonesia. ”Selama ini yang kami amati adalah gempa
subduksi dan gempa pada sesar aktif karena keduanya bisa mudah diamati,”
katanya.
Di Sumatera terdapat sesar aktif terbesar kedua setelah
sesar San Andreas di Amerika. Sesar ini membelah Pulau Sumatera
sepanjang 1.650 km dari Teluk Semangko hingga Aceh. Garis patahan itu
muncul di Pulau Sumatera lewat Teluk Semangko dari kedalaman Selat
Sunda.
Di sepanjang garis inilah, kulit bumi retak. Satu sisi
dengan sisi lainnya bergerak horizontal. Lempeng bumi di bagian barat
patahan Sumatera bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 10 mm
sampai 30 mm per tahun relatif terhadap bagian di sebelah timurnya.
Pergerakan ini dipicu tumbukan antarlempeng di zona penunjaman.
Menurut
catatan Danny, sejak tahun 1890, sudah terjadi sedikitnya 21 gempa
besar di sepanjang Patahan ”Besar” Sumatera. Artinya, patahan berpotensi
melepaskan satu hingga dua kali gempa besar tiap dekade.
Beberapa
gempa besar terakhir di antaranya gempa berkekuatan 6,9 skala Richter
di Liwa tahun 1994, gempa Kerinci berkekuatan 7 skala Richter tahun
1995, gempa Singkarak-Solok berkekuatan 6,4 skala Richter pada 6 Maret
2007, dan gempa Kerinci berkekuatan 7 skala Richter tahun 2009. Irwan
menambahkan, periodisasi gempa di Sumatera mengacu kepada gempa-gempa di
zona subduksi.
Percepat pergerakan
Gempa
terjadi akibat lepasnya stres (tekanan) pada bidang zona subduksi atau
pada sesar. Stres terjadi akibat terjadinya tumbukan antara dua lempeng
yang memiliki kecepatan yang berbeda dan arah penunjaman berbeda.
”Lempeng
di bawah Pulau Jawa lebih tua dibandingkan lempeng di bawah Pulau
Sumatera akibatnya kecepatan pergerakan lempeng di bagian utara lebih
lambat dibandingkan kecepatan lempeng di bagian selatan,” kata Irwan.
Ia
menjelaskan, dari kekuatan gempa atau magnitudo gempa serta pantauan
gerakan di daratan, bisa diperhitungkan akumulasi tekanan pada sumber
gempa. Akumulasi tekanan per tahun bisa dihitung.
”Dengan demikian
bisa diperkirakan kapan tekanan yang bisa memicu gempa akan
terakumulasi,” ujarnya. Akumulasi tekanan (stres) bersifat linier, dan
prakiraan periodisasi gempa didasarkan pada perhitungan itu.
”Menurut
perhitungan, zona subduksi di Mentawai bagian utara (Siberut)
seharusnya sudah ’pecah’, tetapi ternyata sampai sekarang belum,” ujar
Irwan. Menurut dia, Mentawai bagian utara dan bagian selatan pernah
”pecah” bersamaan pada 1833 dengan magnitudo 8,9.
Senada dengan
itu, Widjo Kongko, peneliti di Tsunami Research Group Balai Pengkajian
Dinamika Pantai (BPDP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
mengatakan, gempa yang terjadi Rabu telah meruntuhkan zona patahan di
lempeng (samudra) Hindia-Australia sepanjang 500 kilometer.
”Gempa
ini pasti akan memberi tambahan tekanan ke zona subduksi (megathrust)
di bawah Siberut,” katanya. ”Kami khawatir ini akan mempercepat
terjadinya gempa besar di zona subduksi.”
Sejalan dengan itu,
Irwan mengungkapkan, ”Ketika terjadi gempa, ada tekanan yang lepas.
Tekanan yang lepas itu memberi tambahan stres secara tiba-tiba pada
sistem lain. Akibat adanya tambahan tekanan, periode gempa pada zona
tertentu bisa dipercepat. Gempa Rabu melahirkan stres tambahan seperti
itu pada lempeng di dekatnya.”
Widjo mengatakan, percepatan itu
bisa memicu gempa dari zona subduksi di Siberut yang kekuatannya bisa
mencapai 8,9 skala Richter. Dengan magnitudo sebesar itu, gempa itu
berpotensi menimbulkan tsunami besar hingga ke Padang.
Menurut
Irwan, konsep penambahan tekanan ada dua, yaitu tekanan dinamis (dynamic
stress) dan tekanan statis (static stress). Tekanan dinamis bersifat
bergerak terus, berlangsung hingga jarak amat jauh, dan pada umumnya
menyebabkan gempa berkekuatan 6 skala Richter. Sementara stres statis
lebih besar dan berlangsung pada area yang lebih kecil, orientasi gerak
amat berpengaruh.
”Jika tambahan stres ini bersifat statis, bisa memicu gempa di Mentawai bagian utara,” kata Irwan.
Di
sisi lain, fakta terjadinya dua gempa pada Rabu, pukul 15.38 WIB (8,5
skala Richter) dan pukul 17.43 WIB (8,8 skala Richter), yang keduanya
terjadi di lempeng samudra Indo-Australia, diakui merupakan kejadian
yang langka.
Irwan mengatakan, ”Kita sekarang tidak boleh merasa
sudah aman karena itu tidak riil. Ternyata masih banyak mekanisme, yang
selama ini tak pernah terjadi, tetapi ternyata ada. Pengetahuan kami
masih amat terbatas. Untuk itu dibutuhkan penelitian yang lebih banyak
dan lebih luas lagi.”
818 Casino Hotel New Orleans - Mapyro
BalasHapus› › New Orleans 울산광역 출장샵 Hotels › › 포항 출장마사지 New 나주 출장샵 Orleans Hotels Discover the 818 Casino Hotel New Orleans location, map, 남양주 출장샵 and reviews. 춘천 출장샵